Senin, 12 Mei 2008

Teori Komunikasi Klasik: Teori Informasi




Teori Komunikasi Klasik: Teori Informasi


Studi komunikasi dewasa ini telah banyak melahirkan berbagai macam teori yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Ada banyak teori tentang komunikasi. Berdasarkan kurun waktu dan pemahaman atas makna komunikasi, teori komunikasi semakin hari berkembang seiring berkembangnya teknologi informasi yang memakai komunikasi sebagai fokus kajiannya.
Teori komunikasi kontemporer yang merupakan perkembangan dari teori komunikasi klasik melihat fenomena komunikasi tidak fragmatis. Artinya, komunikasi dipandang sebagai sesuatu yang kompleks-tidak sesederhana yang dipahami dalam teori komunikasi klasik.
Pendekatan dalam memahami komunikasi pun tidak hanya mengacu pada teori semata, tetapi juga memperhitungkan mazhab dan model apa yang dipakai. Mazhab yang dipakai antara lain mazhab proses dan semiotika. Namun, dalam paper ini saya tidak membahas teori kontemporer yang dianggap ‘pahlwan revolusioner’, tetapi saya mengajak anda untuk mengkaji lebih detail tentang salah satu teori komunikasi klasik yang dicetuskan oleh Shannon dan Weaver, yaitu teori matematis atau teori informasi yang berkembang setelah perang dunia II . Teori yang termasuk ke dalam tradisi sibernetik ini mengkaji bagaimana mengirim sejumlah informasi yang maksimum melalui saluran yang ada.
Tentunya teori ini memiliki kelebihan dan kelemahan jika dibandingkan dengan teori-teori lainnya. Apakah teori ini masih relevan atau justru sudah tidak dapat disentuh sama sekali. Namun, kita tidak bisa menafikkan kontribusi Shannon dan Weaver dalam memberikan inspirasi ahli-ahli komunikasi berikutnya yang terus mengembangkan teorinya seperti Gerbner, Newcomb, Westley dan MacLean, dan lain-lain.

Teori Informasi atau Matematis

1. Konteks Sejarah

Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949, Weaver. 1949 b), Mathematical Theory of Communication.
Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding). Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Proses yang dimaksud adalah komunikasi seorang pribadi yang bagaimana ia mempengaruhi tingkah laku atau state of mind pribadi yang lain. Jika efek yang ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mazhab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi. Ia melihat ke tahap-tahap dalam komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak kegagalannya. Selain itu, mazhab proses juga cenderung mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung memusatkan dirinya pada tindakan komunikasi.
Karya Shannon dan Weaver ini kemudian banyak berkembang setelah Perang Dunia II di Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat mengingat Shannon sendiri adalah insiyiur di sana yang berkepentingan atas penyampaian pesan yang cermat melalui telepon. Kemudian Weaver mengembangkan konsep Shannon ini untuk diterapkan pada semua bentuk komunikasi. Titik kajian utamanya adalah bagaimana menentukan cara di mana saluran (channel) komunikasi digunakan secara sangat efisien. Menurut mereka, saluran utama dalam komunikasi yang dimaksud adalah kabel telepon dan gelombang radio.
Latar belakang keahlian teknik dan matematik Shannon dan Weaver ini tampak dalam penekanan mereka. Misalnya, dalam suatu sistem telepon, faktor yang terpenting dalam keberhasilan komunikasi adalah bukan pada pesan atau makna yang disampaikan-seperti pada mazhab semiotika, tetapi lebih pada berapa jumlah sinyal yang diterima dam proses transmisi.

Penjelasan Teori Informasi Secara Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi

Teori informasi ini menitikberatkan titik perhatiannya pada sejumlah sinyal yang lewat melalui saluran atau media dalam proses komunikasi. Ini sangat berguna pada pengaplikasian sistem elektrik dewasa ini yang mendesain transmitter, receiver, dan code untuk memudahkan efisiensi informasi.

Sinyal Sinyal yang diterima
(Model Komunikasi Shannon dan Weaver)

Jika dianalogikan dengan pesawat telepon, salurannya adalah kabel, sinyalnya adalah arus listrik di dalamnya, dan transmitter dan penerimanya adalah pesawat telepon. Dalam percakapan, mulut adalah transmitternya, sedangkan gelombang suara yang ke luar melalui saluran udara adalah sinyalnya, dan telinga adalah penerimanya.
Shannon dan Weaver membuat model komunikasi yang dilihat sebagai proses linear yang sangat sederhana. Karakteristik kesederhanaanya ini menonjol dengan jelas. Mereka menyoroti masalah-masalah komunikasi (penyampaian pesan) berdasarkan tingkat kecermatannya.
Sebagaimana yang dipakai dalam teori komunikasi informasi atau matematis, konsep tidak mengacu pada makna, akan tetapi hanya memfokuskan titik perhatiannya pada banyaknya stimulus atau sinyal.
Konsep dasar dalam teori ini adalah entropi dan redundansi-konsep yang dipinjam dari thermodynamics. Kedua konsep ini saling mempengaruhi dan bersifat sebab akibat (kausatif). Di mana entropi akan sangat berpengaruh terhadap redundansi yang timbul dalam proses komunikasi.

Entropi

Entropi adalah konsep keacakan, di mana terdapat suatu keadaan yang tidak dapat dipastikan kemungkinannya. Entropi timbul jika prediktabilitas/kemungkinan rendah (low predictable) dan informasi yang ada tinggi (high information). Sebagai contoh ada pada penderita penyakit Aids. Pengidap Aids atau yang lebih sering disebut OHIDA tidak dapat dipastikan usianya atau kapan ia akan dijemput maut. Ada yang sampai delapan tahun, sepuluh tahun, bahkan sampai dua puluh tahun, masih bisa menjalani hidup sebagaimana orang yang sehat. Hal ini dikarenakan ajal atau kematian adalah sebuah sistem organisasi yang kemungkinannya sangat tidak dapat dipastikan.
Dengan kata lain, semakin besar entropi, semakin kecil kemungkinan-kemungkinannya (prediktabilitas). Informasi adalah sebuah ukuran ketidakpastian, atau entropi, dalam sebuah situasi. Semakin besar ketidakpastian, semakin besar informasi yang tersedia dalam proses komunikasi. Ketika sebuah situasi atau keadaan secara lengkap dapat dipastikan kemungkinannya atau dapat diprediksikan-highly predictable, maka informasi tidak ada sama sekali. Kondisi inilah yang disebut dengan negentropy.

Redundansi

Konsep kedua yang merupakan kebalikan dari entropi adalah redundansi. Redudansi adalah sesuatu yang bisa diramalkan atau diprediksikan (predictable). Karena prediktabilitasnya tinggi (high predictable), maka informasi pun rendah (low information). Fungsi dari redundan dalam komunikasi menurut Shannon dan Weaver ada dua, yaitu yang berkaitan dengan masalah teknis dan yang berkaitan dengan perluasan konsep redundan itu sendiri ke dalam dimensi sosial.
Fungsi redundansi apabila dikaitkan dengan masalah teknis, ia dapat membantu untuk mengatasi masalah komunikasi praktis. Masalah ini berhubungan dengan akurasi dan kesalahan, dengan saluran dan gangguan, dengan sifat pesan, atau dengan khalayak.
Kekurangan-kekurangan dari saluran (channel) yang mengalami gangguan (noisy channel) juga dapat diatasi oleh bantuan redundansi. Misalnya ketika kita berkomunikasi melalui pesawat telepon dan mengalami gangguan, mungkin sinyal yang lemah, maka kita akan mengeja huruf dengan ejaan yang telah banyak diketahui umum, seperti charlie untuk C, alpa untuk huruf A, dan seterusnya. Contoh lain, apabila kita ingin mengiklankan produk kita kepada masyarakat konsumen baik melalui media cetak (koran, majalah, atau tabloid) ataupun elektronik (radio dan televisi), maka redundansi berperan pada penciptaan pesan (iklan) yang dapat menarik perhatian, sangat simpel, sederhana, berulang-ulang dan mudah untuk diprediksikan (predictable).
Selain masalah gangguan, redundansi juga membantu mengatasi masalah dalam pentransmisian pesan entropik dalam proses komunikasi. Pesan yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan, lebih baik disampaikan lebih dari satu kali, dengan berbagai cara yang sekreatif mungkin.
Fungsi kreatif redundansi ini juga bila dikaitkan dengan khalayak, akan sangat membantu sekali pada masalah jumlah dan gangguan pesan di dalamnya. Jika pesan yang ingin disampaikan tertuju pada khalayak yang besar dan heterogen, maka pesan tersebut harus memiliki tingkat redundansi yang tinggi, sehingga pesan yang disampaikan akan berhasil dan mudah dicerna. Sebaliknya, jika khalayak berada pada jumlah yang kecil, spesialis, dan homogen, maka pesan yang akan disampaikan akan lebih entropik.
Contoh dari fungsi redundansi di atas misalnya pada pemaknaan seni populer (popular art) yang lebih redundan dari pada seni bercita rasa tinggi (highbrow art). Hal ini dikarenakan seni populer lebih mudah untuk dicerna dan dipahami oleh banyak khalayak dari pada seni bercita rasa tinggi di mana khalayak yang mengerti hanya beberapa golongan elit saja.
Selain masalah di atas, konsep redundansi juga bisa diperluas hubungannya dengan konvensi dan hubungan realitas sosial masyarakat.

Redundansi dan Konvensi
Konvensi adalah menyusun suatu pesan dengan pola-pola yang sama. Pengertian sederhananya dapat dipahami sebagai bentuk baku yang telah umum diterima sebagai pedoman. Sebagai contoh, dalam karya sastra lama ada yang disebut dengan pantun. Pantun merupakan salah satu bentuk karya sastra lama (klasik) yang memiliki karakteristik tersendiri. Cirinya antara lain berpola AB AB, artinya bunyi huruf terakhir dari dua baris terakhir pasti sama dengan bunyi dua huruf terakhir dua baris pertama. Contoh:

Jalan-jalan ke sawah Lunto
Keliling jalan Batu Sangkar
Tegaklah tikus berpidato
Kucing mendengar habis bertengkar

Pada contoh pantun di atas, kita setidaknya dapat meramalkan bahwa baris ketiga dan keempat pasti memiliki bunyi yang sama dengan baris pertama dan kedua, walaupun kita belum mengetahui isi dan maknanya. Hal ini dikarenakan pantun menekankan pengulangan dan pola-pola yang bisa diramalkan. Sehingga ini bisa meningkatkan redundansi dan menurunkan entropi.
Ketika berbicara masalah entropi dan redundansi pada masalah karya seni , kita mengetahui bahwa karya seni bukan merupakan hal yang statis dan kaku. Ia akan terus berubah dan bersifat dinamis seiring perkembangan nilai dan corak hidup masyarakat. Karya seni ada kalanya akan bersifat ‘nakal’ atau ‘nyeleneh’ dan melanggar konvensi-konvensi yang ada, sehingga menjadi entropik bagi khalayak yang ada di dekatnya. Namun, ia juga akan berusaha mengikis imej itu secara perlahan dengan membangun sendiri konvensi-konvensi baru yang awalnya hanya ada pada khalayak yang jumlahnya terbatas. Maka dengan sendirinya karya seni tadi akan diterima dan dipelajari secara luas, sehingga dapat meningkatkan redundansinya. Sebagai contoh, seni lukis tubuh (body paint) yang dahulu dianggap tabu sekarang dianggap sebagai hal yang biasa dan mempunyai nilai seni.

Teori informasi yang dikemukakan Shannon dan Weaver ini banyak menuai kritik . Salah satunya adalah ia tidak mnjelaskan konsep umpan balik (feedback) dalam model teorinya. Padahal dalam konsep analogi pesawat telepon yang ia kemukakan, konsep umpan balik sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan komunikasi. Hal ini dikarenakan teori yang ia kaji hanya melihat komunikasi sebagai fenomena linear satu arah.
Teori informasi (matematis) yang ia kaji hanya melihat komunikasi dari faktor komunikator yang dominan. Padahal penerima sebagai komunikan pun adalah bagian dari proses komunikasi yang akan terlibat jika konsep umpan balik ia masukkan. Selain itu umpan balik juga justru bisa memberitahukan kegagalan dalam komunikasi. Sebagai contoh, ketika seseorang menelpon dan yang ditelepon tidak melakukan reaksi apapun, atau mungkin sinyal di udara lemah, maka reaksi diam penerima sebenarnya adalah umpan balik bagi sumber atau penelpon.
Selain konsep umpan balik yang tidak diusung dalam teori informasi, sebenarnya, Shannon dan weaver juga tidak mengkaji detil tentang peranan medium (media) dalam teorinya. Ia hanya terfokus pada fungsi saluran atau transmitter. Padahal konsep medium tidak dapat dipisahkan dari konsep transmisi yang ia usung sebelumnya.
Secara garis besar, jika dibandingkan dengan teori kontemporer, misalnya, interaksionisme simbolik, model teori Shannon dan Weaver ini terlalu sederhana. Padahal komunikasi terdiri dari banyak aspek seperti yang dikatakan Schramm sebagai area studi Multidisipliner. Ia akan selalu berkaitan dengan ilmu sosial, psikologi, kejiwaan, teknologi, bahkan perang. []

Daftar Pustaka

Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Effendy, Onong Uchjana. (1992). Spektrum Komunikasi. Bandung: Penerbit Mandar Maju

Fiske, John. (1999). Introduction To Communication Studies. 2nd Edition. London: Guernsey Press Co Ltd

Griffin, EM. (2003). A First Look at Communication Theory, 5th Edition. USA: McGraw-Hill

Littlejohn, Stephen W. (2002). Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Group

Miller, Katherine. (2002). Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts. USA: McGraw Hill

Mulyana, Deddy. (2003). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Susanto, Astrid. S. (1977). Komunikasi Kontemporer. Jakarta: Penerbit Binacipta
Diambil Dari :
http://defickry.wordpress.com/2007/08/09/teori-komunikasi-klasik-teori-informasi/

Tidak ada komentar: