Senin, 12 Mei 2008

Teori Komunikasi Klasik: Teori Informasi




Teori Komunikasi Klasik: Teori Informasi


Studi komunikasi dewasa ini telah banyak melahirkan berbagai macam teori yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Ada banyak teori tentang komunikasi. Berdasarkan kurun waktu dan pemahaman atas makna komunikasi, teori komunikasi semakin hari berkembang seiring berkembangnya teknologi informasi yang memakai komunikasi sebagai fokus kajiannya.
Teori komunikasi kontemporer yang merupakan perkembangan dari teori komunikasi klasik melihat fenomena komunikasi tidak fragmatis. Artinya, komunikasi dipandang sebagai sesuatu yang kompleks-tidak sesederhana yang dipahami dalam teori komunikasi klasik.
Pendekatan dalam memahami komunikasi pun tidak hanya mengacu pada teori semata, tetapi juga memperhitungkan mazhab dan model apa yang dipakai. Mazhab yang dipakai antara lain mazhab proses dan semiotika. Namun, dalam paper ini saya tidak membahas teori kontemporer yang dianggap ‘pahlwan revolusioner’, tetapi saya mengajak anda untuk mengkaji lebih detail tentang salah satu teori komunikasi klasik yang dicetuskan oleh Shannon dan Weaver, yaitu teori matematis atau teori informasi yang berkembang setelah perang dunia II . Teori yang termasuk ke dalam tradisi sibernetik ini mengkaji bagaimana mengirim sejumlah informasi yang maksimum melalui saluran yang ada.
Tentunya teori ini memiliki kelebihan dan kelemahan jika dibandingkan dengan teori-teori lainnya. Apakah teori ini masih relevan atau justru sudah tidak dapat disentuh sama sekali. Namun, kita tidak bisa menafikkan kontribusi Shannon dan Weaver dalam memberikan inspirasi ahli-ahli komunikasi berikutnya yang terus mengembangkan teorinya seperti Gerbner, Newcomb, Westley dan MacLean, dan lain-lain.

Teori Informasi atau Matematis

1. Konteks Sejarah

Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949, Weaver. 1949 b), Mathematical Theory of Communication.
Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding). Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Proses yang dimaksud adalah komunikasi seorang pribadi yang bagaimana ia mempengaruhi tingkah laku atau state of mind pribadi yang lain. Jika efek yang ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mazhab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi. Ia melihat ke tahap-tahap dalam komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak kegagalannya. Selain itu, mazhab proses juga cenderung mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung memusatkan dirinya pada tindakan komunikasi.
Karya Shannon dan Weaver ini kemudian banyak berkembang setelah Perang Dunia II di Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat mengingat Shannon sendiri adalah insiyiur di sana yang berkepentingan atas penyampaian pesan yang cermat melalui telepon. Kemudian Weaver mengembangkan konsep Shannon ini untuk diterapkan pada semua bentuk komunikasi. Titik kajian utamanya adalah bagaimana menentukan cara di mana saluran (channel) komunikasi digunakan secara sangat efisien. Menurut mereka, saluran utama dalam komunikasi yang dimaksud adalah kabel telepon dan gelombang radio.
Latar belakang keahlian teknik dan matematik Shannon dan Weaver ini tampak dalam penekanan mereka. Misalnya, dalam suatu sistem telepon, faktor yang terpenting dalam keberhasilan komunikasi adalah bukan pada pesan atau makna yang disampaikan-seperti pada mazhab semiotika, tetapi lebih pada berapa jumlah sinyal yang diterima dam proses transmisi.

Penjelasan Teori Informasi Secara Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi

Teori informasi ini menitikberatkan titik perhatiannya pada sejumlah sinyal yang lewat melalui saluran atau media dalam proses komunikasi. Ini sangat berguna pada pengaplikasian sistem elektrik dewasa ini yang mendesain transmitter, receiver, dan code untuk memudahkan efisiensi informasi.

Sinyal Sinyal yang diterima
(Model Komunikasi Shannon dan Weaver)

Jika dianalogikan dengan pesawat telepon, salurannya adalah kabel, sinyalnya adalah arus listrik di dalamnya, dan transmitter dan penerimanya adalah pesawat telepon. Dalam percakapan, mulut adalah transmitternya, sedangkan gelombang suara yang ke luar melalui saluran udara adalah sinyalnya, dan telinga adalah penerimanya.
Shannon dan Weaver membuat model komunikasi yang dilihat sebagai proses linear yang sangat sederhana. Karakteristik kesederhanaanya ini menonjol dengan jelas. Mereka menyoroti masalah-masalah komunikasi (penyampaian pesan) berdasarkan tingkat kecermatannya.
Sebagaimana yang dipakai dalam teori komunikasi informasi atau matematis, konsep tidak mengacu pada makna, akan tetapi hanya memfokuskan titik perhatiannya pada banyaknya stimulus atau sinyal.
Konsep dasar dalam teori ini adalah entropi dan redundansi-konsep yang dipinjam dari thermodynamics. Kedua konsep ini saling mempengaruhi dan bersifat sebab akibat (kausatif). Di mana entropi akan sangat berpengaruh terhadap redundansi yang timbul dalam proses komunikasi.

Entropi

Entropi adalah konsep keacakan, di mana terdapat suatu keadaan yang tidak dapat dipastikan kemungkinannya. Entropi timbul jika prediktabilitas/kemungkinan rendah (low predictable) dan informasi yang ada tinggi (high information). Sebagai contoh ada pada penderita penyakit Aids. Pengidap Aids atau yang lebih sering disebut OHIDA tidak dapat dipastikan usianya atau kapan ia akan dijemput maut. Ada yang sampai delapan tahun, sepuluh tahun, bahkan sampai dua puluh tahun, masih bisa menjalani hidup sebagaimana orang yang sehat. Hal ini dikarenakan ajal atau kematian adalah sebuah sistem organisasi yang kemungkinannya sangat tidak dapat dipastikan.
Dengan kata lain, semakin besar entropi, semakin kecil kemungkinan-kemungkinannya (prediktabilitas). Informasi adalah sebuah ukuran ketidakpastian, atau entropi, dalam sebuah situasi. Semakin besar ketidakpastian, semakin besar informasi yang tersedia dalam proses komunikasi. Ketika sebuah situasi atau keadaan secara lengkap dapat dipastikan kemungkinannya atau dapat diprediksikan-highly predictable, maka informasi tidak ada sama sekali. Kondisi inilah yang disebut dengan negentropy.

Redundansi

Konsep kedua yang merupakan kebalikan dari entropi adalah redundansi. Redudansi adalah sesuatu yang bisa diramalkan atau diprediksikan (predictable). Karena prediktabilitasnya tinggi (high predictable), maka informasi pun rendah (low information). Fungsi dari redundan dalam komunikasi menurut Shannon dan Weaver ada dua, yaitu yang berkaitan dengan masalah teknis dan yang berkaitan dengan perluasan konsep redundan itu sendiri ke dalam dimensi sosial.
Fungsi redundansi apabila dikaitkan dengan masalah teknis, ia dapat membantu untuk mengatasi masalah komunikasi praktis. Masalah ini berhubungan dengan akurasi dan kesalahan, dengan saluran dan gangguan, dengan sifat pesan, atau dengan khalayak.
Kekurangan-kekurangan dari saluran (channel) yang mengalami gangguan (noisy channel) juga dapat diatasi oleh bantuan redundansi. Misalnya ketika kita berkomunikasi melalui pesawat telepon dan mengalami gangguan, mungkin sinyal yang lemah, maka kita akan mengeja huruf dengan ejaan yang telah banyak diketahui umum, seperti charlie untuk C, alpa untuk huruf A, dan seterusnya. Contoh lain, apabila kita ingin mengiklankan produk kita kepada masyarakat konsumen baik melalui media cetak (koran, majalah, atau tabloid) ataupun elektronik (radio dan televisi), maka redundansi berperan pada penciptaan pesan (iklan) yang dapat menarik perhatian, sangat simpel, sederhana, berulang-ulang dan mudah untuk diprediksikan (predictable).
Selain masalah gangguan, redundansi juga membantu mengatasi masalah dalam pentransmisian pesan entropik dalam proses komunikasi. Pesan yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan, lebih baik disampaikan lebih dari satu kali, dengan berbagai cara yang sekreatif mungkin.
Fungsi kreatif redundansi ini juga bila dikaitkan dengan khalayak, akan sangat membantu sekali pada masalah jumlah dan gangguan pesan di dalamnya. Jika pesan yang ingin disampaikan tertuju pada khalayak yang besar dan heterogen, maka pesan tersebut harus memiliki tingkat redundansi yang tinggi, sehingga pesan yang disampaikan akan berhasil dan mudah dicerna. Sebaliknya, jika khalayak berada pada jumlah yang kecil, spesialis, dan homogen, maka pesan yang akan disampaikan akan lebih entropik.
Contoh dari fungsi redundansi di atas misalnya pada pemaknaan seni populer (popular art) yang lebih redundan dari pada seni bercita rasa tinggi (highbrow art). Hal ini dikarenakan seni populer lebih mudah untuk dicerna dan dipahami oleh banyak khalayak dari pada seni bercita rasa tinggi di mana khalayak yang mengerti hanya beberapa golongan elit saja.
Selain masalah di atas, konsep redundansi juga bisa diperluas hubungannya dengan konvensi dan hubungan realitas sosial masyarakat.

Redundansi dan Konvensi
Konvensi adalah menyusun suatu pesan dengan pola-pola yang sama. Pengertian sederhananya dapat dipahami sebagai bentuk baku yang telah umum diterima sebagai pedoman. Sebagai contoh, dalam karya sastra lama ada yang disebut dengan pantun. Pantun merupakan salah satu bentuk karya sastra lama (klasik) yang memiliki karakteristik tersendiri. Cirinya antara lain berpola AB AB, artinya bunyi huruf terakhir dari dua baris terakhir pasti sama dengan bunyi dua huruf terakhir dua baris pertama. Contoh:

Jalan-jalan ke sawah Lunto
Keliling jalan Batu Sangkar
Tegaklah tikus berpidato
Kucing mendengar habis bertengkar

Pada contoh pantun di atas, kita setidaknya dapat meramalkan bahwa baris ketiga dan keempat pasti memiliki bunyi yang sama dengan baris pertama dan kedua, walaupun kita belum mengetahui isi dan maknanya. Hal ini dikarenakan pantun menekankan pengulangan dan pola-pola yang bisa diramalkan. Sehingga ini bisa meningkatkan redundansi dan menurunkan entropi.
Ketika berbicara masalah entropi dan redundansi pada masalah karya seni , kita mengetahui bahwa karya seni bukan merupakan hal yang statis dan kaku. Ia akan terus berubah dan bersifat dinamis seiring perkembangan nilai dan corak hidup masyarakat. Karya seni ada kalanya akan bersifat ‘nakal’ atau ‘nyeleneh’ dan melanggar konvensi-konvensi yang ada, sehingga menjadi entropik bagi khalayak yang ada di dekatnya. Namun, ia juga akan berusaha mengikis imej itu secara perlahan dengan membangun sendiri konvensi-konvensi baru yang awalnya hanya ada pada khalayak yang jumlahnya terbatas. Maka dengan sendirinya karya seni tadi akan diterima dan dipelajari secara luas, sehingga dapat meningkatkan redundansinya. Sebagai contoh, seni lukis tubuh (body paint) yang dahulu dianggap tabu sekarang dianggap sebagai hal yang biasa dan mempunyai nilai seni.

Teori informasi yang dikemukakan Shannon dan Weaver ini banyak menuai kritik . Salah satunya adalah ia tidak mnjelaskan konsep umpan balik (feedback) dalam model teorinya. Padahal dalam konsep analogi pesawat telepon yang ia kemukakan, konsep umpan balik sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan komunikasi. Hal ini dikarenakan teori yang ia kaji hanya melihat komunikasi sebagai fenomena linear satu arah.
Teori informasi (matematis) yang ia kaji hanya melihat komunikasi dari faktor komunikator yang dominan. Padahal penerima sebagai komunikan pun adalah bagian dari proses komunikasi yang akan terlibat jika konsep umpan balik ia masukkan. Selain itu umpan balik juga justru bisa memberitahukan kegagalan dalam komunikasi. Sebagai contoh, ketika seseorang menelpon dan yang ditelepon tidak melakukan reaksi apapun, atau mungkin sinyal di udara lemah, maka reaksi diam penerima sebenarnya adalah umpan balik bagi sumber atau penelpon.
Selain konsep umpan balik yang tidak diusung dalam teori informasi, sebenarnya, Shannon dan weaver juga tidak mengkaji detil tentang peranan medium (media) dalam teorinya. Ia hanya terfokus pada fungsi saluran atau transmitter. Padahal konsep medium tidak dapat dipisahkan dari konsep transmisi yang ia usung sebelumnya.
Secara garis besar, jika dibandingkan dengan teori kontemporer, misalnya, interaksionisme simbolik, model teori Shannon dan Weaver ini terlalu sederhana. Padahal komunikasi terdiri dari banyak aspek seperti yang dikatakan Schramm sebagai area studi Multidisipliner. Ia akan selalu berkaitan dengan ilmu sosial, psikologi, kejiwaan, teknologi, bahkan perang. []

Daftar Pustaka

Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Effendy, Onong Uchjana. (1992). Spektrum Komunikasi. Bandung: Penerbit Mandar Maju

Fiske, John. (1999). Introduction To Communication Studies. 2nd Edition. London: Guernsey Press Co Ltd

Griffin, EM. (2003). A First Look at Communication Theory, 5th Edition. USA: McGraw-Hill

Littlejohn, Stephen W. (2002). Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Group

Miller, Katherine. (2002). Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts. USA: McGraw Hill

Mulyana, Deddy. (2003). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Susanto, Astrid. S. (1977). Komunikasi Kontemporer. Jakarta: Penerbit Binacipta
Diambil Dari :
http://defickry.wordpress.com/2007/08/09/teori-komunikasi-klasik-teori-informasi/

Sabtu, 10 Mei 2008

PEMBERDAYAAN OPINI PUBLIK DAN PEMBANGUNAN CITRA POLITIK DALAM KOMUNIKASI POLITIK

PEMBERDAYAAN OPINI PUBLIK DAN PEMBANGUNAN CITRA POLITIK DALAM KOMUNIKASI POLITIK

Oleh : Assyari Abdullah

(Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah Dan Ilmu Kominikasi UIN Suska Riau)

A. OPINI PUBLIK : Sumber Kebijakan Politik

Opini Publik dalam sebuah definisi

Berawal dari sebuah pertanyaan apa sebetul nya yang dikatakan dengan Opini Publik (OP) ? , sederhananya kita maknai dari pendapat-pendapat masyarakat. Dalam pendapat itu terdapat elemen kebetuhan, harapan, kritik saran serta sikap-sikap warga masyarakat. Dari OP itulah kita biusa memulai mengelola kekuatan politik secara riil.[1]

Dalam wikipedia.org dijelaskan bahwa, Opini publik adalah unsur-unsur dari pandangan, perspektif dan tanggapan masyarakat mengenai suatu kejadian, keadaan, dan desas-desus tentang peristiwa-peristiwa tertentu[2]

Sumber Kibijakan Publik

Dalam menganalisis sebuah kebijakan public kita harus bisa mengkorelasikan dengan fenomena yang lagi hangat dan actual.ada sebuah fenomena politik yang sangat menarik untuk kita kaji yaitu masalah pilkada dan pilpres. Sekalipun jadwal resmi kampanye Pemilu 2009 masih jauh dari waktu, tetapi telah banyak langkah yang dilakukan oleh partai politik atau pribadi, untuk menggapai puncak kekuasaan. Indikasi ini setidaknya tampak dari maraknya pesan spanduk-spanduk berlabel parpol pada setiap peristiwa penting dalam masyarakat. Tak hanya itu, di kawasan bencana pun, kita bisa menyaksikan posko-posko bantuan dengan bendera parpol berjajar-jajar. Begitu pula, pada beberapa media lokal, kita menyaksikan beberapa tokoh tampil dengan ucapan selamat atas perayaan hari tertentu. Dengan kemasan ucapan hari besar tertentu, para tokoh tersebut menyampaikan pesan-pesan moral dan juga ajakan berbuat baik.

Apa yang dilakukan parpol dan tokoh politik di media tersebut, tidak lepas dari upaya untuk merebut simpati publik. Tindakan tersebut sesungguhnya sudah masuk ranah komunikasi politik, sekalipun dengan kemasan pesan yang bermuatan sosial. Terlepas apakah tindakan beriklan lewat media massa itu melanggar atau tidak terhadap aturan kampaye; fenomena tersebut menunjukkan “kesadaran” partai politik dan politikus akan pentingnya pembentukan “citra di mata public”. Dan saat ini, media massa memang masih diyakini memiliki kekuatan besar (magnitude) yang dapat menarik perhatian publik, sehingga menjadi “ajang” untuk mempengaruhi pendapat publik. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah kita perlu berhati-hati menggunakan media massa. Karena jika tidak mampu mengelola pesan politik, malah-malah akan memunculan opini publik yang berbeda dari yang kita duga.

Di tengah publik yang kecewa terhadap ikhwal politik, rasanya memang cukup berat bagi partai politik untuk memperoleh dukungan dari publik. Padahal, dukungan publik merupakan sesuatu yang esensi dan penting artinya bagi keberadaan partai politik tersebut. Kritisi yang perlu disampaikan kepada partai politik selama ini adalah tiadanya kesungguhan dalam mengelola opini publik. Sesungguhnya dengan mengelola opini itu secara bagus, parpol akan mampu meraup dukungan yang signifikan.

Opini Publik (OP), sederhananya kita maknai dari pendapat-pendapat masyarakat sebagai mana yang kita bahas diatas . Dalam pendapat itu terdapat elemen kebetuhan, harapan, kritik saran serta sikap-sikap warga masyarakat. Dari Opini Publik itulah kita bisa memulai mengelola kekuatan politik secara riil.

Mungkin kita mengira Opini Publik hanyalah sekedar pembicaraan belaka. Bisa saja demikian, tetapi perlu dicatat adalah siapapun yang bicara dia juga punya kapasitas (sekecil apapun) untuk mengisi dan mungkin mempengaruhi ruang wacana publik Dengan berasumsi bahwa setiap warga memiliki hak suara sama dalam proses pemilihan misalnya, maka seharusnya pula parpol memperlakukan suara mereka secara bijak. Apapun suara yang muncul

Opini Publik akan berkait erat dengan masalah pencitraan. Nah disinilah kita menyaksikan bagaimana parpol acapkali tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh soal Opini Publik dan citra ini. Dalam konteks pencarian dukungan publik, citra baik saja ternyata juga tidak cukup sebagai andalan peraupan suara publik. Maka itulah ada proses-proses komunikasi politik yang mesti dilakukan secara kontinyu dan terukur.

Menyangkut ikhwal opini publik, kami sebagai pemakalah menawarkan beberapa catatan singkat berikut ini[3]:

1. Opini Publik adalah dasar awal bagi parpol untuk melangkah. Dari suara publik itulah parpol dapat menganalisis, dan merumuskan kebijakan yang diambil dan bagaimana cara menerapkan kebijakan tersebut.

2. Base on research. Selama ini, perlakukan OP masih belum dianggap sesuatu yang esensi. Jarang sekali parpol melakukan survey OP secara intensif. Riset idealnya menjadi kunci awal bagi parpol membuat rumusan kebijakan.

3. Melalaui metode tracking, riset Opini Publik bisa menangkap pendapat dan keinginan warga masyarakat. Ada beberapa ragam riset yang lazim dilakukan untuk proses pemilihan (legislatif atau eksekutif) , seperti: (a). riset popularitas parpol/ tokoh; (b). jaring aspirasi dan ekspektasi; (c). observasi basis massa (kuantilatif), (d). polling (untuk melihat fluktuasi sikap); (e) perolehan suara dengan melalui quick count (setelah memilih)

4. Riset yang saat ini perlu dikembangkan (seingat saya masih sangat jarang atau langka di Indonesia), adalah riset khusus tentang Pengaruh Reference Group terhadap masyarakat (tokoh, organisasi). Ini penting untuk mencari potential people atau group yang punya kapasitas menelorkan wacana opini publik.

5. Untuk kota besar, karena hubungan antara warganya sudah makin impersosnal, maka tracking oponi media perlu dilakukan. Betatapun media (mainstream) sangat cukup kuat dalam menentukan arah opini publik.

B. PEMBANGUNAN CITRA POLITIK

Komunikasi Politik

Komunikasi politik di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia biasanya menggunakan dua sistem komunikasi dominan, yaitu media massa modern dan sistem komunikasi tradisional (Schramm 1964). Untuk mempengaruhi masyarakat, maka sangat perlu untuk memilih sarana komunikasi yang tepat, sesuai dengan keperluan dan kepada siapa pesan politik ingin disampaikan.

Untuk masyarakat perkotaan kelas menengah, komunikasi politik melalui media massa sangat efektif karena pola hidup mereka yang sibuk tidak memberi mereka peluang untuk melakukan komunikasi langsung dengan orang lain. Apalagi kalau mereka tidak punya kepentingan langsung dengan sang komunikator. Bagi mereka, media massa cetak dan elektronik merupakan sarana paling efektif untuk mengetahui dan menyampaikan umpan balik setiap pesan politik yang ada.

Sementara untuk masyarakat pedesaan, apalagi masyarakat pedalaman yang secara literal tidak memiliki tradisi baca, pesan politik hanya bisa disampaikan oleh sistem komunikasi tradisional. Dalam konteks ini, seperti diungkap oleh Astrid Susanto (1978), komunikasi yang paling efektif adalah dengan menggunakan sistem komunikasi lokal yang sesuai dengan budaya mereka. Pendekatan-pendekatan interpersonal dengan tokoh-tokoh kampung menjadi pengatur lalu lintas opini menjadi kunci keberhasilan dalam sistem komunikasi tradisional ini.

Oleh sebab itu, tidak heran bila banyak pasangan kandidat dan tim sukses melakukan berbagai pendekatan dan strategi untuk mempengaruhi opini sang tokoh, dengan harapan tokoh tersebut akan menggunakan pengaruhnya untuk memilih sang kandidat. Pola-pola ini merupakan pola-pola umum yang digunakan hampir oleh semua kandidat dalam bursa politik di Indonesia.

Penggunaan media massa untuk kepentingan kampanye bisa dikatakan masih sangat terbatas. Hanya beberapa kandidat yang mengiklankan dirinya di tabloid, internet dan koran lokal di Indonesia. Selebihnya mereka lebih memilih untuk mengkampanyekan dirinya melalui kalender, stiker, dan spanduk yang biayanya jauh lebih murah dan bertahan lama.

Tidak dipilihnya media massa sebagai kampanye terbuka sangat terkait dengan[4];

1. Belum dimulainya putaran kampanye resmi, atau

2. karena kampanye melalui media massa di samping mahal, juga memiliki daya tahan yang terbatas. Namun, boleh jadi penggunaan media massa akan dipacu menjelang hari H pemilihan, karena jarak jangkau media massa yang luas, apalagi media massa cetak dengan oplah besar diharapkan bisa mempengaruhi sikap akhir pemilih.

Menurut Suwardi (2004), sebagai agen politik, media massa bisa melakukan proses pengemasan pesan (framing of political messages) dan proses inilah yang sebenarnya membuat sebuah peristiwa atau aktor politik memiliki citra tertentu. Pencitraan politik seringkali sangat efektif untuk menaikkan pamor atau menghancurkan pamor aktor politik. Namun masalahnya, media yang menjadi agen politik harus meninggalkan objektivitasnya dan memanipulasi fakta sebagai alat untuk kepentingan politik.

Sejauh ini, pola komunikasi tradisional masih menjadi pilihan strategi dominan oleh para kandidat dan tim sukses. Kiyai dan ulama merupakan sasaran kampanye paling strategis, sehingga hampir setiap saat kiyai dikunjungi oleh para kandidat. Bahkan kadang-kadang jadwalnya bertabrakan dengan jadwal kandidat lain. Keyakinan para kandidat dan tim sukses terhadap pengaruh ulama menjadi penyebab kenapa dipilih sebagai arena kampanye. Sebagai bagian dari sistem sosial masyarakat, masih dipandang penting dalam sistem kepercayaan masyarakat termasuk dalam persoalan politik. Namun, karena hal itu, tak urung ulama dikritik menjadi arena politik praktis.

Menjadikan kiyai dan ulama sebagai jalan menuju kursi kekuasaan politik tidak sepenuhnya salah. Sah-sah saja setiap orang atau lembaga menggunakan haknya untuk berpolitik. Namun yang disayangkan adalah apabila kiyai dan ulama dimanipulasi untuk keperluan politik praktis jangka pendek yang bisa mengorbankan citra kiyai dan ulama secara mayoritas. Karena politik tidak jauh dari praktik “siapa menguasai siapa, dan siapa memanfaatkan siapa”.

Selain kiyai dan ulama, para kandidat juga berupaya memperoleh dukungan dari militer .Lembaga ini memiliki pengaruh langsung terhadap masyarakat baik secara sukarela maupun karena takut. Pendekatan-pendekatan personal dilakukan kepada pejabat, Ini sudah menjadi rahasia umum.

Strategi Politik

Dalam bukunya Strategi Politik (2003) Peter Schoder mengatakan bahwa “kita tidak mungkin disukai oleh semua orang”. Kampanye politik bukanlah situasi perang, tetapi, kata Schoder, “setiap ide politik yang dikemukakan oleh seseorang atau sebuah kelompok akan memecah masyarakat pada saat ide itu diumumkan”.

Politik memang bukan perang. Tetapi efek dari situasi yang diciptakan oleh kampanye politik bisa berubah menjadi perang ketika kampanye politik dijadikan sebagai arena untuk membantai lawan politik tanpa etika dan sopan santun politik. Kampanye politik merupakan sebuah upaya untuk mempengaruhi pemilih supaya menentukan pilihan sesuai dengan tujuan sang kandidat. Oleh sebab itu, sering kali kampanye politik diisi oleh penyerangan terhadap pribadi-pribadi kandidat dan pendukungnya dengan membuka keburukan-keburukan dari segala dimensi.

Black campaign (kampanye negatif) merupakan trend universal di gelanggang politik dunia. Di negara-negara yang demokrasinya sudah matang sekalipun, kampanye terhadap keburukan-keburukan lawan sering dilakukan. Namun, dalam konteks Indonesia yang memiliki kultur Ketimuran yang kuat, membuka keburukan-keburukan lawan masih belum bisa diterima secara terbuka, kecuali dalam kasus-kasus yang merugikan publik secara luas, seperti kasus korupsi.

Kasus-kasus kerusuhan paska pilkada di berbagai daerah di Indonesia di era reformasi merupakan fakta bahwa politik bisa bertransformasi menjadi perang ketika benturan ide dan kepentingan politik diserahkan kepada massa yang anarkis. Pemanfaatan berbagai sumber daya politik yang mengabaikan aturan politik menjadi asal mula berubahnya politik menjadi perang.

Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2005 menunjukkan bahwa tiga faktor yang menyebabkan konflik antar elit politik, yang kadang bisa berubah menjadi konflik fisik antar massa pendukung. Faktor itu meliputi[5],

1. Pluralisme identitas dan beragamnya kepentingan politik serta sumber daya politik yang terbatas,

2. Pergeseran patronase politik di tingkat lokal menyebabkan terjadinya persaingan politik antar elit lokal dalam mengisi jabatan-jabatan kekuasaan, dan

3. Transisi politik dan intervensi elit nasional yang bisa membuka pertarungan elit menjadi pertarungan terbuka.

Beberapa peristiwa politik di Indonesia paska pergantian penjabat bupati/walikota, menunjukkan bahwa konflik antar elit benar-benar terjadi. Dalam kasus pergantian pejabat dan kepala dinas, sangat terasa disebabkan oleh terjadinya pergeseran patronase politik. Pejabat-pejabat lama yang dianggap menjadi kubu kandidat lain dengan segera diganti setelah penjabat baru dilantik. Pergeseran patronase politik ini juga menjadi ajang balas dendam untuk membabat kubu politik lawan.

Untuk mengatur supaya kampanye politik dan perebutan kekuasaan politik di Aceh tidak menjadi ajang konflik yang merusak perdamaian, maka diperlukan sebuah kesadaran dari semua kandidat dan tim sukses untuk merancang skenario politik yang matang dan damai supaya transfer kekuasaan di masa damai ini bisa berlangsung secara adil, damai, jujur dan demokratis.

Konon, pertarungan wacana komunik

C. MEDIA DAN POLITIK PENCITRAAN

Politik sering menempatkan media sebagai medan perang sekaligus panglima. Hal ini dimungkinkan ketika media memiliki kekuatan penuh untuk memutuskan informasi mana yang seharusnya diketahui atau tidak diketahui publik. Kondisi ini menempatkan media sebagai pembentuk citra baru bagi individu atau lembaga. Hal ini menjadikan berita terus mengalami redefinisi sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Konsekuensinya adalah fakta bisa berubah menjadi entitas yang bisa diciptakan, sehingga berita yang tercipta kini berada di antara wilayah fiksi dan non fiksi. Fakta juga kini telah berubah menjadi komoditas yang mudah dikemas, didaur ulang dan dimaknai kembali. Maka wajar jika hampir seluruh media memberitakan hal yang sama dan dari sumber berita yang sama. Seperti halnya pemberitaan masalah pilkada langsung, hampir setiap media cetak maupun elektronik memberikan porsi ruang dan waktu untuk mengulas pilkada langsung.

Dalam konteks komunikasi politik, peran media dalam mengulas pilkada langsung tak sebatas hanya pada masa kampanye saja. Boleh dikatakan konstruksi citra politik justru dibangun terus-menerus mulai pendaftaran calon kepala daerah ke dalam berbagai ruang publik yang disediakan media massa. Citra dan stereotip secara sadar atau tidak merupakan dua hal yang terus diusung media. Efek dari komunikasi politik disengaja atau tidak disengaja telah melahirkan keberpihakan media.

Menurut John Hartley dalam bukunya “Understanding News”, narasi berita hampir mirip dengan sebuah novel atau karangan fiksi yang memunculkan sosok pahlawan dan penjahat. Media juga selalu punya kecenderungan untuk menampilkan tokoh dua sisi untuk saling dipertentangkan sebagai akibat pemahaman yang serampangan tentang cover bothside.

Ruang-ruang publik yang termasuk di dalam media massa, menjadi ruang ekspresi yang tak terlepas dari berbagai manuver, taktik, dan strategi politik yang digelar oleh elite politik dalam suksesi pilkada pada Juni 2005 nanti. Teknik “pemasaran politik” dengan mengemas “citra” tentang sosok calon kepala daerah dalam praktek politik citraan (politics of image), menempatkan media massa sebagai pemegang kendali utama pemberitaan, karena salah satu kekuatan media yang sangat diperhitungkan adalah kekuatan menciptakan opini publik.

Jika kita menggunakan paradigma Peter D. Moss (1999), akan terlihat bagaimana wacana media massa, termasuk berita surat kabar, merupakan konstruk kultural yang dihasilkan ideologi, karena sebagai produk media massa, berita surat kabar menggunakan kerangka tertentu untuk memahami realitas sosial. Lewat narasinya, surat kabar menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia: siapa pahlawan, siapa penjahat; apa yang baik dan apa yang buruk bagi rakyat; apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan oleh seorang pemimpin; tindakan apa yang disebut perjuangan (demi membela kebenaran dan keadilan); isu apa yang relevan dan tidak (Eriyanto, analisis Framing: X).

Narasi yang dibangun dan dipoles sedemikian rupa dengan bahasa, tidak sekedar untuk melukiskan suatu fenomena atau lingkungan, tetapi juga dapat mempengaruhi cara melihat lingkungan kita. Implikasinya, bahasa juga dapat digunakan untuk memberikan akses tertentu terhadap suatu peristiwa atau tindakan, misalnya dengan menekankan, mempertajam, memperlembut, mengagungkan, melecehkan, membelokkan, atau mengaburkan peristiwa atau tindakan tersebut.

Dalam dunia pencitraan, citra dan realitas menjadi dua kutub yang terus tarik menarik. Citra telah berubah menjadi sebuah mesin politis yang bergerak kian cepat. Strategi pencitraan dan teknologi pencitraan atau imagologi dikemas sedemikian rupa untuk mempengaruhi persepsi, emosi, perasaan, kesadaran, dan opini publik sehingga mereka dapat digiring ke sebuah preferensi, pilihan dan keputusan politik tertentu.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pilkada langsung tak lebih dari pemilihan image politik individu atau lembaga. Bukan calon kepala daerahnya, tetapi image-nya. Citraan-citraan itulah yang dijual dalam pencalonan, kampanye dan janji-janji politiknya. Dalam pilkada langsung orang dituntun memilih berdasarkan image. Namun dalam teori Marxis dikatakan bahwa orang seringkali terjebak dengan citra, karena memilih dengan kesadaran palsu, membeli citraan yang palsu. Ketika dia sudah membeli baru ketahuan banyak hal yang buruk.

Imagologi politik dalam tahapan pilkada ini mengarah pada semacam diskontinuitas antara citra politik dan realitas politik, sehingga teknologi pencitraan mengkonstruksi semacam realitas kedua (second reality) yang didalamnya kebenaran dimanipulasi. Dalam bukunya simulation, Jean Baudrillard mendefinisikan simulakra sebagai sebuah strategi penyamaran tanda dan citra (disguising), sebuah proses penjungkirbalikan tanda yang menciptakan kekacauan, turbulensi, dan indeterminasi dalam dunia representasi dan pertandaan.

Citra politik dan simulakra politik akan menjelma menjadi “kekuatan utama” dalam mengendalikan wacana politik sehingga di dalamnya kini tidak hanya ada kekuatan pengetahuan, tetapi lebih penting lagi menjelmanya “kekuatan citra” (power/image) sebagai kekuatan politik

Dalam simulakra politik, segala potensi tanda, citra, dan tontonan; segala kekuatan bahasa (language power); kekuatan simbol (symbolic power) dikerahkan dalam rangka membangun citra, membentuk opini publik, mengubah persepsi, mengendalikan kesadaran massa (mass consciousness), dan mengarahkan preferensi politik meski semuanya tak lebih dari iring-iringan simulakra belaka.

Meskipun pada akhirnya pemberitaan media menunjukkan sifat netral atau berpihak, merepresentasikan fakta atau rekayasa fakta, menggambarkan realitas atau hanya mensimulasi realitas. Namun yang jelas media tidak dapat dilepaskan dari berbagai kepentingan, baik itu kepentingan ekomomi maupun kepentingan ideologi. Dalam menghasilkan pemberitaan politik misalnya, sebuah media dipengaruhi oleh berbagai faktor internal berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atau permirsa, sistem politik yang berlaku, dan kekuatan-kekuatan luar lainnya (Ibnu Hamad: 2-3).

Wajah media memang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi media berupaya mendekati obyektifitas pemberitaan, namun di satu sisi yang lain media juga tak luput dari keberpihakan dan ketidakberimbangan yang dapat dijadikan celah bagi tim sukses untuk terus memasukkan pesan dan citra politik sosok calon kepala daerah. Celah ini bisa dimanfaatkan bagi elit politik maupun tim sukses untuk menjadikan media sebagai sarana pemasaran massal. Tak heran bila beberapa pendapat mengatakan bahwa komunikasi politik di era informasi telah menjelma menjadi ajang pemasaran massal yang di dalamnya tanda dan citra memainkan peran sentral

DAFTAR KEPUSTAKAAN

- Abdurrachman, Oemi.Dasar-Dasar Public Relation.Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.2001

- Nimo, Dan. Komunikasi Politik. Bandung. PT. Rosda Karya. 1999

- Sanit, Arbit. Sistim Politik Indonesia. Jakarta : Raja Wali Pers.1990

- Muhaimin, Yahya.Dkk. Masalah-Masalah Pembangunan Politik. Yogyakarta: Gaja Mada University Press.1991

- Gani, soelistyati Ismail. Pengantar Ilmu Politik .Jakarta Timur : Ghalia Indonesia. 1084

- Marbun, B.N. Kamus Poitik. Jakarta: Pustaka Sinar harapan. 2005

- http://daunbidara.blogs.friendster.com/rumahkaca/2007/06/media_dan_polit.html

- http://www.acehinstitute.org/front_index.htm

- http://sangsuko.wordpress.com/2008/01/24/opini-publik-sumber-kebijakan-politik/

- http://id.wikipedia.org/wiki/Opini_publik



[1] http://sangsuko.wordpress.com/2008/01/24/opini-publik-sumber-kebijakan-politik/

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Opini_publik

[3] Ibid

[4] http://www.acehinstitute.org/front_index.htm

[5] http://daunbidara.blogs.friendster.com/rumahkaca/2007/06/media_dan_polit.html

KHUTBAH AIDUL FITRI 1428 H “MENGGALANG POTENSI UMMAT DEMI KEMAJUAN DAKWAH”

KHUTBAH IDUL FITRI 1428 H

“MENGGALANG POTENSI UMMAT DEMI KEMAJUAN DAKWAH”

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،

﴿ يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ا مَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

﴿ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا أَمَّا بَعْدُ ...

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah,

Di pagi yang cerah ini, diiringi suara takbir yang membahana mengisi seluruh ruang, kita rayakan kemenangan. Bersama-sama, kita berkumpul di tempat ini, dengan penuh takzim, untuk mengungkapkan kesyukuran kita kepada Allah. Kesyukuran atas hidayah Ramadhan, atas petunjuk Islam, dan atas seluruh karunia yang dilimpahkan Allah kepada kita semua.

الله أكبر، الله أكبر،لا إله إلاّاللّه و اللّه اكبر، اللّه أكبر و للّه الحمد

Ummatal Islam a’azzakumullah,

Pagi itu, 1400 tahun yang lalu, orang-orang Quraisy Mekah gempar. Muhammad, laki-laki yang paling mereka cari, hilang bagai ditelan bumi. Rasulullah r berhasil lolos dari kepungan pemuda-pemuda Quraisy yang mengepung rumah beliau. Setelah empat bulan berturut-turut kaum muslimin secara bertahap melakukan hijrah ke Madinah, kafir Quraisy akhirnya sepakat untuk menghabisi nyawa Nabi. Tapi pagi itu, mereka hanya bisa gigit jari. Semua rencana mereka berantakan. Rasulullah r telah pergi meninggalkan kota Mekah.

Ketika orang-orang Quraisy itu sadar, semuanya telah terlambat. Bahaya maha besar sedang mengancam mereka. Kepergian Muhammad ke Madinah akan memperkokoh kedudukan kaum muslimin sebagai sebuah masyarakat baru. Masyarakat dengan tauhid sebagai fondasi, ukhuwah islamiyah sebagai ikatan, keadilan sebagai sistem kehidupan, dan rahmatan lil ‘alamin sebagai cita-cita peradaban.

Semua itu, cepat atau lambat, akan merobek-robek bangunan Jahiliyah yang mereka bangun selama ini. Penyembahan kepada berhala dan kuburan akan diganti dengan ibadah hanya kepada Allah. Tradisi negatif yang dianut dan kebiasaan jelek namun diterima secara umum, akan digeser oleh ajaran syariat. Kehormatan yang selama ini ditentukan oleh jabatan dan kekayaan, akan diganti dengan ketakwaan. Dan perlombaan memperebutkan harta dan kedudukan, akan diganti dengan amal shalih tanpa pamrih manusia.

Di Madinah, Rasulullah r segera memulai proyek besar bagi kemanusiaan. Nabi r hilangkan permusuhan dengan mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Nabi pandu masyarakat dengan syariat Allah yang adil. Dan Nabi bangun negara dengan mendirikan masjid.

الله أكبر، الله أكبر،لا إله إلاّاللّه و اللّه اكبر، اللّه أكبر و للّه الحمد

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dari titik hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah r itu, peradaban Islam tegak menjadi soko guru bagi peradaban dunia. Hanya dalam jangka waktu satu abad dari titik hijrah itu, kaum muslimin telah membebaskan setengah dari separuh wilayah bumi yang dihuni manusia. Kesejahteraan, kemakmuran, keadilan dan kemajuan di segala bidang dirasakan oleh seluruh umat manusia. Pada masa Umar bin Abdul ‘Aziz, petugas-petugas zakat mengelilingi benua Afrika untuk mencari orang miskin yang akan diberikan zakat, tapi mereka tidak menemukannya.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.. {Qs. al-A’raaf (07): 96}

الله أكبر، الله أكبر،لا إله إلاّاللّه و اللّه اكبر، اللّه أكبر و للّه الحمد

Ikhwatal Islam akramakumullah,

Pagi ini, tanpa terasa, sudah lebih dari 62 tahun, kita umat Islam Indonesia menghirup segarnya angin kemerdekaan. Setelah perjuangan panjang penuh darah dan air mata merebut kemerdekaan pada masa Revolusi, menyusul pembelajaran mengelola negara di era Demokrasi Liberal dan Terpimpin, kemudian pengalaman mencari jati diri di masa Orde Baru, kita kini berada di era Reformasi dalam alam kehidupan yang terbuka dan lebih demokratis.

Di era keterbukaan ini, perjalanan dakwah Islam justru menghadapi tantangan yang lebih besar. Sumber daya yang dimiliki gerakan dakwah belum mampu mengimbangi beban kerja, akibat luasnya wilayah aksi dakwah.

Islam kini menunggu peran serta umatnya yang lebih besar. Kini, tiba saatnya bagi kita, umat Islam, untuk mempertegas kembali keberpihakan dan komitmen kita kepada Islam. Telah tiba waktunya bagi seluruh komponen umat untuk bergabung ke dalam roda pergerakan dakwah atau membentuk kelompok-kelompok dakwah atau memberi dukungan pada kegiatan-kegiatan dakwah yang telah ada dan menjadikan gerakan dakwah sebagai ruh yang menjiwai dirinya.

الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي اْلأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُورِ

(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.{Qs.al-Hajj (22): 41}

Dewasa ini, masih ada ribuan masjid tanpa jamaah dan pemakmur, masih ada ratusan majelis taklim dan TPA yang kekurangan pembina, sekolah agama yang mengalami krisis keuangan, ada jutaan umat yang terancam kristenisasi dan pemurtadan. Kalau belasan juta lebih masyarakat kita masih mengalami buta aksara latin, maka yang buta aksara Al Qur’an jumlahnya jauh dan jauh lebih banyak lagi.

Dalam bidang ekonomi syariah, kita baru mampu bermain di sektor keuangan. Itupun, kita baru mengantongi 2% saja dari pasar yang ada.

Dalam bidang pendidikan, saat ini, sudah terdapat kurang lebih 200 sekolah menengah atas yang merintis diri menjadi sekolah bertaraf internasional. Bandingkan dengan madrasah aliyah yang baru memiliki 4 sekolah dengan kualifikasi yang sama.

Dalam bidang pemikiran, racun sekularisme, pluralisme dan liberalisme agama yang memunculkan pendapat-pendapat baru yang sangat menyesatkan seperti : menganggap agama semua benar, tidak mensakralkan Al-Quran dan menolak hadits nabawi dengan dasar hawa nafsu dan lain-lain telah masuk ke jantung-jantung lembaga keagamaan kita.


Di Palestina sana, setelah lebih dari setengah abad negara teroris Israel bercokol, jutaan pengungsi muslim masih menunggu uluran tangan saudara-saudara mereka sambil meregang nyawa. Di Irak, korban jiwa dan harta masih terus berjatuhan. Tragedi berkepanjangan di Irak ini menambah jumlah jutaan korban nyawa manusia tak berdosa, yang telah melayang sia-sia, sejak pendudukan tentara Amerika 4 tahun yang lalu.

Di Jerman dan Belgia, jutaan penduduk muslim ketakutan. Mereka didemo, hanya karena mereka berencana untuk mendirikan mesjid.

Ikhwanul muslimin hafizhakumullah,

Di era kebebasan ini, dakwah membutuhkan lebih banyak Utsman bin Affan, investor yang mampu menebar kemakmuran bagi umat. Dakwah butuh lebih banyak sosok seperti Abdurrahman bin Auf, pengusaha yang mampu membangun keseimbangan pasar dengan sistem Islam. Dakwah butuh lebih banyak Abu Thalhah, petani ulet yang mampu menjamin ketahanan pangan negara Medinah. Dakwah butuh lebih banyak As Syifa’ binti Abdillah, wanita terampil yang menjaga kesehatan penduduk. Dakwah butuh lebih banyak Umar bin Khattab, administrator cerdas yang brillian mengatur administrasi pemerintahan. Dakwah butuh lebih banyak Ali bin Abi Thalib, ilmuwan ulet yang turut memikul tanggung jawab mengembangkan dakwah. Dakwah butuh lebih banyak ‘Amr bin ‘Ash, diplomat ulung yang mampu membuka lahan-lahan dakwah baru dengan kepiawaiannya. Allah berfirman:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan. {Qs. at-Taubah (09): 105}

Dan firmanNya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنصَاِرى إِلَى اللهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللهِ فَئَامَنَتْ طَّآئِفَةُُ مِّن بَنِي إِسْرَاءِيلَ وَكَفَرَتْ طَّآئِفَةُُ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam Telah Berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; Maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. {Qs. ash-Shaff (61): 14}

Serta Ia berjanji:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن تَنصُرُوا اللهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu {Qs. Muhammad (47): 07}

Dalam sabdanya, Rasulullah r berkata, “Barangsiapa yang mempelopori kebaikan di dalam Islam, maka dia akan mendapatkan pahalanya beserta nilai pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka.”

Ummatad dakwah nasharakumullah,

Berjalanlah, ikutlah dalam dinamika gerakan dakwah dan istiqamahlah di dalamnya.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَدَّعُونَ نُزُلاً مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيمٍ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu". Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. {Qs. Fushshilat (41): 30-32}

Umat Islam yang berbahagia.

Dan secara khusus, kaum muslimah yang dirahmati Allah…

Apa jadinya dunia ini tanpa keberadaan wanita-wanita shalehah? Sudah lama dunia ini merintih disebabkan oleh aneka kezhaliman, kemaksiatan, kedurhakaan dan kebejatan yang diperbuat di atas permukaanNya. Dan semua kebejatan itu lahir, salah satunya karena sosok-sosok wanita shalehah telah lenyap dari rumah-rumah tangga kita. Seorang koruptor, pezina dan pemikir sesat tentu tidak akan lahir melalui belaian keshalehan seorang wanita.

Oleh karena itu, kami ingatkan Anda wahai muslimah, separuh tanggung jawab bangsa dan umat ini ada di pundak anda semua. Itu artinya anda sekalian wajib-sekali lagi wajib-untuk menjadi wanita shalehah. Perhatikanlah ibadah anda kepadaNya. Periksa ulang cara berbusana anda. Luruskan kembali perilaku anda. Sekarang juga atau ajal tiba-tiba menjemput anda, sebelum anda sempat menjadi wanita shalehah.

Kepada para pemimpin dan calon pemimpin pemerintahan dan masyarakat kami nasehatkan agar meningkatkan ibadah dan ketakwaan kepada Allah I. Serta menjadikan tuntunan-tuntunan agama sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Kurangilah dosa dan maksiat karena keduanya menjadi sebab turunnya siksa Allah I. Tingkatkanlah kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat di segala bidang.

Kepada para orang tua agar memberi perhatian yang besar kepada para remaja dalam hal pemahaman dan pengamalan ajaran agama yang benar, serta selalu menjaga norma-norma Islam dalam berbusana dan pergaulan dengan lawan jenis.

الله أكبر، الله أكبر،لا إله إلاّاللّه و اللّه اكبر، اللّه أكبر و للّه الحمد

Kaum muslimin yang berbahagia,

Akhirnya, marilah dengan penuh keikhlasan kita menunduk di hadapan Allah Azza wa Jalla untuk memohon dan meminta segala kebaikan di dunia maupun di akhirat kelak.

Ya Allah,

Tidak ada satupun kedurhakaan kami yang tak Engkau ketahui. Kami tidak akan pernah sanggup untuk lari dari pengawasanMu. Di manapun kami sembunyi, Engkau pasti melihat setiap perbuatan kami. Namun kami juga meyakini betapa maha pengampunnya Engkau, ya Allah. Karena itu, tutupilah dosa ini. Ampunilah dosa ini, karena Engkau jualah yang dapat mengampunkan dosa-dosa kami.

Ya Allah, Engkau juga mengetahui betapa durhakanya kami pada kedua orang tua kami. Betapa banyak hak-hak mereka yang tak kami penuhi. Betapa seringnya kami bersuara keras pada mereka. Betapa seringnya kami membangkang perintah mereka. Ya Allah, kami minta padaMu ampunilah kami dan kedua orang tua kami. Berikan kebahagiaan yang tak putus-putus kepada mereka di dunia dan akhirat. Bantulah mereka untuk selalu tunduk dan patuh padaMu.

Ya Allah, puluhan ribu saudara kami di berbagai belahan dunia akibat bencana alam kini kehilangan keluarga mereka, kehilangan rumah tempat mereka berteduh, kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan mereka. Puluhan ribu anak-anak kami kini menjadi anak-anak yatim piatu. Engkau maha mengetahui penderitaan mereka. Maka kami mohon padaMu, dengan segala keMahapemurahanMu, bantulah mereka, segerakan pertolonganMu untuk mereka, obati luka kesedihan mereka, Ya Allah. Lindungilah mereka semua dari makar musuh-musuhMu yang selalu mencoba untuk mengail di air keruh. Sadarkan hati mereka untuk lebih tunduk lagi padaMu setelah musibah itu.

Ya Allah, puluhan ribu saudara kami yang lain di Irak, Palestina dan di berbagai tempat lainnya juga hingga kini masih terzhalimi oleh para teroris kelas dunia. Rabbana, Engkau Maha kuat lagi Maha perkasa, bantulah mereka dengan rahmatMu, hancurkanlah musuh-musuhMu yang selalu saja menzhalimi hamba-hambaMu.

Ya Allah berikanlah rahmatMu pada negeri ini. Curahkanlah petunjuk dan hidayahMu untuk para pemimpin-pemimpin negeri ini, Ya Allah. Agar mereka dapat berlaku adil dan sayang pada kami. Sesungguhnya tidak ada tempat untuk mengeluhkan masalah kami kecuali padaMu. Ya Allah, jangan biarkan negeri ini terjajah oleh siapapun yang memusuhiMu.

رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ