Selasa, 30 Desember 2008

Pers, Opini publik dan Pembentukan Kebijakan Publik


                              Pers, Opini publik dan Pembentukan Kebijakan Publik
Oleh
Assyari Abdullah
Ketua Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fak. Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau





Pembicaraan tentang opini publik tidak dapat dilepaskan dari konsep kebebasan pers. Adapun kebebasan pers dalam suatu masyarakat negara merupakan dimensi hak azasi manusia bagi warga. Ini memiliki dua wajah, di satu sisi terdiri atas pers bebas, dan sisi lainnya kebebasan membentuk pendapat dalam kaitan kehidupan di ruang publik (lihat Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia pasal 19 dan Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik pasal 19). Kebebasan pers diwujudkan dengan tersedianya informasi secara bebas dan benar bagi warga masyarakat. Kegiatan ini menjadi penyangga bagi terbangun dan terpeliharanya peradaban modern kehidupan manusia. Alasan normatif tentang signifikansi kebebasan pers dalam kehidupan masyarakat pada dasarnya berkaitan pada kehidupan warga masyarakat di ruang publik. Disini kebebasan pers dapat diartikan di satu pihak sebagai hak warga negara untuk mengetahui (right to know) masalah-masalah publik, dan di pihak lainnya hak warga dalam mengekspresikan pikiran dan pendapatnya (right to expression). Karenanya kebebasan pers dilihat bukan semata-mata menyangkut keberadaan media jurnalisme yang bebas, tetapi mencakup suatu mata rantai yang tidak boleh terputus dalam proses demokrasi. Dengan demikan dasar pikiran mengapa warga harus dijamin haknya untuk mengetahui masalah publik, dan mengapa pula warga harus dijamin haknya untuk menyatakan pendapat, perlu ditempatkan dalam prinsip demokrasi yang bertolak dari hak azasi manusia (Nickel, 1987). Mata rantai kerangka pemikiran itu dimulai dari proses untuk memiliki pikiran dan pendapat tentang masalah publik. Dari sini warga masyarakat perlu mendapat informasi yang bebas dan benar mengenai masalah tersebut. Masalah publik (public issue) dapat diartikan secara sederhana sebagai fakta/kejadian dalam kehidupan masyarakat yang bersentuhan dengan institusi di ruang publik, baik secara politik, ekonomi maupun kultural. Informasi yang bebas dan benar mengandung pengertian epistemologi mengenai prinsip kebebasan untuk memperolehnya, dan kebenaran yang berasal kenyataan empiris, bukan “kebenaran” ideologis. Sedangkan pikiran dan pendapat yang terbentuk sebagai respon terhadap masalah publik ini menjadi dasar dalam kehidupan di ruang publik. Dalam pada itu tidak semua fakta yang terdapat dalam masyarakat akan relevan sebagai dasar pembentukan pendapat publik (public opinion). Karenanya dalam operasi media jurnalisme, perlu didefinisikan secara jelas kriteria tentang fakta publik, untuk dibedakan dengan fakta jenis lainnya. Sebagai ilustrasi, fakta personal dari bintang sinetron sering dimaknai sebagai fakta publik, hanya karena jurnalis tidak dapat membedakan antara selebritis dengan public figure sebagai person yang keputusan dan perannya berkaitan dengan masalah publik. Karenanya perlu dipahami bahwa hanya fakta publik yang relevan sebagai dasar pembentukan pendapat publik. Pendapat publik dapat diartikan sebagai respon pro dan kontra warga masyarakat terhadap masalah publik yang bersifat aktual. Dari posisi yang bersifat pro – kontra ini maka suatu isu dipandang bersifat kontroversial. Karenanya warga masyarakat yang terbiasa dalam keseragaman tidak siap untuk menghadapi kontroversi. Padahal kontroversi dalam kehidupan publik inilah sebagai dasar bagi terbentuknya secara rasional pendapat publik

kehidupan publik, diikuti dengan proses negosiasi sosial sampai akhirnya tiba pada titik konsensus sosial. Proses ini diharapkan berlangsung dalam dialog sosial yang bersifat sosiologis, bukan atas dasar pemaksaan (coercion) oleh kekuasaan, sehingga konsensus sosial dapat diterima secara rasional. Disinilah media jurnalisme mengambil tempat sebagai zona netral dalam proses interaksi sosial sehingga tercapai konsensus sosial. Konsensus sosial pada dasarnya penerimaan atas dasas akal sehat (common sense) dan rasionalitas atas posisi suatu isu publik. Inilah kemudian yang menjadi dasar bagi kebijakan publik/negara (public policy), baik berupa keputusan maupun tindakan-tindakan pejabat publik dalam melayani warga masyarakat, yang diterima atas basis akal sehat dan rasionalitas pula (Cobb dan Elder, 1981). Kebebasan pers dapat diimplementasikan mencakup rangkaian proses dari kehidupan warga masyarakat yang dikenal sebagai fakta publik (public fact), kemudian menjadi masalah publik (public issue) yang disiarkan sebagai informasi jurnalisme oleh media pers, untuk menjadi sumber atau landasan dalam proses pembentukan pendapat publik, lebih jauh sebagai dasar dari kebijakan publik dalam memberikan pelayanan publik (public service). Muara dari seluruh proses ini adalah pelayanan dan akuntabilitas publik (public accountability) sebagai ciri dari birokrasi publik (pemerintahan) yang menjadi dasar kehidupan negara (polity) dalam norma demokrasi (Zukin, 1981). ( 2 ) Opini publik selamanya bersifat laten. Hanya dengan metode jajak pendapat (public opinion polling) suatu opini dalam masyarakat akan menjadi manifes. Jajak pendapat khalayak dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang sikap dan orientasi khalayak terhadap masalah tertentu, yang diwujudkan secara eksplisit dalam pendapatnya. Pengukuran pendapat khalayak biasanya dilaksanakan oleh lembaga survai yang memang secara khusus mendeteksi secara berkala pendapat khalayak, atau oleh suratkabar yang ingin memberitakan konstelasi masyarakat pada masa tertentu dalam menghadapi masalah tertentu. Biasanya yang menjadi perhatian dalam membicarakan hal ini, pertama adalah apa isu yang dihadapkan oleh pembuat polling kepada warga masyarakat, dan kedua bagaimana sikap atau orientasi khalayak terhadap isu tersebut. Isu adalah rumusan atas masalah aktual dan bersifat kontroversial yang sedang berlangsung dalam masyarakat. Pilihan yang dilakukan oleh pelaksana jajak pendapat atas suatu isu, sangat bertalian dengan kehidupan masyarakat atau setidaknya masalah tersebut diasumsikan dialami atau dipikirkan warga masyarakat. Sebab tanpa relevansi dengan kehidupannya, pendapat khalayak bukan sebagai fakta sosial. Selain itu pula warga masyarakat tentunya tidak akan antusias untuk memberikan pendapatnya. Karena isu yang dihadapkan adalah masalah yang bersifat kontroversial, maka hasil jajak pendapat selamanya bermuara kepada sikap atau orientasi bersifat pro, kontra atau netral terhadap isu spesifik. Pro-kontra memiliki makna yang sama pentingnya. Artinya bukan hanya posisi pro terhadap suatu isu yang penting, sebab tanpa adanya kontra suatu pro tidak memiliki makna. Begitu pula Dari sini opini publik perlu dibedakan dengan persepsi dan penilaian publik terhadap standar pelayanan publik yang merupakan pendapat awam (general opinion). Pendapat awam pada dasarnya tidak bersifat kontroversi, sebab sudah mengandung kebenaran atas dasar akal sehat. Lebih jauh boleh dilihat arti penting hasil suatu jajak pendapat. Soalnya, setelah mengetahui komposisi berdasarkan sikap pro-kontra khalayak terhadap isu tertentu, lantas apa? Untuk itu dapat dipertanyakan, siapa sebenarnya yang berkepentingan atas data suatu jajak pendapat? Lembaga survai atau polling tentu saja tidak boleh memasukkan kepentingan subyektif instansinya dalam penyelenggaraan jajak pendapat, dan karenanya pula tidak boleh suatu data mengandung kepentingan subyektif. Ini kaidah moral yang
menjadi standar profesional setiap peneliti. Data mungkin saja digunakan oleh pihak lain, misalnya untuk tujuan advokasi, atau kampanye suatu standar kehidupan. Tetapi pelaksana polling tidak pernah berpretensi untuk menggunakan data pendapat khalayak untuk membentuk lagi pendapat khalayak. Lalu bagi khalayak sendiri, setelah menyadari sikap dan pendapat sesama warga terhadap isu spesifik, apakah ada nilai pragmatis baginya? Konstelasi data mungkin saja dapat mempengaruhi sikapnya terhadap masalah aktual yang masih berlangsung. Untuk polling yang berkaitan dengan proses pemilihan (electoral process) di Amerika Serikat, memang ada anggapan tentang efek “bandwagon”. Disebabkan melihat angka yang tinggi, pada saat pemilihan khalayak akan memilih kandidat yang diperkirakannya menang.. Tetapi berbeda dengan jajak pendapat atas isu sosial. Setiap jajak pendapat semacam ini, selamanya bersifat “snapshot”. Kalaupun dilakukan serial jajak pendapat, perubahan konstelasi sikap yang terjadi, sesungguhnya berasal dari faktor-faktor sosial yang mempengaruhi khalayak. Belum pernah ada pembuktian empiris bahwa perubahan sikap khalayak pada jajak pendapat yang bersifat “time series” disebabkan oleh pengaruh angka jajak pendapat sebelumnya. Karenanya kemanfaatan pragmatis nilai jajak pendapat mengenai suatu isu bukan untuk diri khalayak. Dari sisi khalayak, kegiatan dan data jajak pendapat dapat dilihat sebagai bagian dalam proses mengaktualisasikan sikap dan orientasi sosialnya. Biasanya pihak yang berkepentingan atas suatu isu adalah pihak yang kegiatan profesionalnya terkait secara langsung dalam masalah aktual yang dijadikan isu. Data suatu jajak pendapat biasanya dijadikan dasar evaluasi dan prediksi. Data pendapat tentang isu yang mendasari keputusan dalam kebijakan seorang pejabat publik tentunya menjadi perhatian serius bagi sang tokoh dan para agen “public relations”nya agar dapat memperbaiki kinerjanya di tengah masyarakat. Pada dasarnya politisi dalam berbagai strata yang akan mengambil kemanfaatan atas data jajak pendapat yang dilaksanakan oleh lembaga survai ataupun suratkabar. Data semacam ini dianggap sangat penting, melengkapi upaya mencari tahu pendapat khalayak yang dilakukan oleh kantor politisi sendiri. Upaya ini antara lain “sounding” kalangan masyarakat dalam strata yang diperlukan misalnya melalui percakapan informal dengan supir taksi, pelayan restoran, guru, kaum profesional dan lainnya, atau pertemuan dengan pemimpin-pemimpin lokal, atau analisis surat-surat pembaca di suratkabar, dan sebagainya (Nimmo, 1989). ( 3 ) Keberadaan jajak pendapat sangat berkaitan dengan dua kondisi. Pertama, apakah sistem politik menyebabkan atau bahkan “memaksa” politisi dan pejabat publik harus mendengar khalayak. Artinya makna suatu jajak pendapat di suatu lingkungan negara sesungguhnya sangat ditentukan dengan keberadaan politisi dan profesional, baik yang berada dalam tubuh birokrasi publik maupun yang berada di luar. Sepanjang mereka memerlukan gambaran tentang sikap dan orientasi khalayak berkaitan dengan masalah politik, ekonomi, atau sosial yang bersifat kontroversial, jajak pendapat merupakan jalan paling praktis. Kedua, mengingat pendapat khalayak pada dasarnya bertolak dari masalah yang bersifat kontroversial, maka masalah mendasar lagi adalah apakah situasi pro-kontra yang diekspos ini dapat ditoleransi di tengah masyarakat. Manakala tidak pernah dikenal pendapat khalayak yang dimanifeskan, masalah kontroversial dibiarkan laten, dan dengan rekayasa sosial masalah tadi diupayakan diselesaikan. Dengan cara ini proses mendeteksi masalah sosial dijalankan melalui saluran “undercover” oleh para polisi rahasia, seperti yang terjadi di negara fasis dan komunis. Karenanya keberadaan data pendapat khalayak
dianggap sama sekali tidak ada, atau kalau ada yang berusaha memanifeskannya, akan dianggap sebagai subversi. Inti permasalahan dapat dilihat lebih ke dalam lagi, adalah sejauh mana fakta sosial dianggap penting sehingga layak untuk diungkapkan secara terbuka dalam wujud informasi. Fakta sosial adalah dinamika yang berlangsung secara empiris dalam kehidupan, dan dinamika alam pikiran warga masyarakat. Secara sederhana kedua macam fakta ini biasa dipilahkan sebagai fakta sosiologis dan fakta psikologis. Proses dari fakta sosial menjadi informasi ini dikerjakan secara profesional oleh berbagai lembaga dengan kaidah kerja masing-masing. Lembaga survai baik perusahaan atau universitas memproses fakta sosial menjadi data penelitian, lembaga jurnalisme menyajikannya sebagai informasi pers, lembaga BAKIN menjadikannya sebagai informasi intelijen, dan seterusnya. Masing-masing data atau informasi ini dihasilkan dengan kaidah yang berlainan, dan untuk tujuan yang berbeda pula. Tetapi kesemuanya mengandung sifat yang sama, yaitu kesesuaian informasi dengan fakta. Inilah makna kebenaran yang menjadi dasar kerja dalam dunia akademik, jurnalisme ataupun intelijen, jika memang dijalankan secara profesional. Kesemua cara mendapat informasi ini berada pada dataran yang sama, dan hanya akan hidup di lingkungan yang memberi tempat kepada kebenaran faktual. Kebenaran faktual ini mencakup seluruh aspek kehidupan, baik mengenai warga masyarakat maupun penyelenggara kekuasaan negara. Mungkin saja kerja intelijen tidak dimaksudkan untuk mendapatkan kebenaran faktual, sebab tugasnya adalah rekayasa penghancuran lawan melalui operasi psikologis (psychological warfare) atau dengan tindakan fisik menggebuk. Tetapi tugas imperatif lembaga survai sosial, jajak pendapat khalayak, begitu pula jurnalisme, bukan untuk tujuan berperang, atau tujuan pragmatis lainnya. Tugasnya hanyalah mendapatkan kebenaran faktual. Data atau informasinya bersifat terbuka, karenanya dapat digunakan oleh pihak manapun. Masalahnya, apakah kebenaran faktual memang diperlukan, atau sebaliknya mengapa kebenaran faktual tidak diinginkan termanifes dan terbuka? Jajak pendapat dan kerja pengungkapan informasi faktual lainnya pada dasarnya berhadapan dengan pertanyaan ini. Tekanan kekuasaan negara terhadap pelaksana jurnalisme berjalan secara langsung melalui lisensi terbit, skrining wartawan, serta pengendalian pemberitaan, atau secara tidak langsung melalui organisasi profesi yang menjadi bagian korporatis kekuasaan negara. Sementara tekanan terhadap dunia survai sosial mungkin akan mewujud melalui pengendalian perijinan, baik ijin penelitian maupun akreditasi peneliti, atau lainnya. Kegiatan jajak pendapat khalayak berada pada dua dunia: jurnalisme dan akademik. Tradisi jajak pendapat berkembang di lingkungan pers, untuk memformulasikan fakta- fakta selama proses pemilihan umum di Amerika Serikat. Untuk kebutuhan mendapatkan secara berkala dinamika masyarakat, maka pers melakukan jajak pendapat. Perkembangan metodologi maju pesat, terutama setelah tahun 1948 Social Science Research Council mendukung kajian untuk memperbaiki instrumen metodologi, sehingga semakin akurat data dan nilai prediksinya. Kalau di Indonesia kegiatan jajak pendapat yang diselenggarakan pers maupun lembaga jajak pendapat pada masa Orde Baru dihadang kendala, dapat dijelaskan melalui cara kekuasaan negara menghadapi kebenaran faktual. Media jurnalisme memang institusi yang sudah menjadi bulan-bulanan kekuasaan, sehingga apapun yang dilakukannya dalam mengangkat fakta sosial, akan selalu mendapat tekanan. Karenanya tidak heran manakala institusi pers direndahkan sedemikian rupa karena dianggap tidak mampu dan tidak layak melakukan jajak pendapat.
Sementara dalam menghadapi data jajak pendapat, kekuasaan akan menggunakan “bahasa” akademik. Kalau perlu dengan meminjam mulut akademisi, sebagaimana sering kekenesan dalam dunia akademik, cara meng-”condemn” suatu penelitian adalah dengan mempermasalahkan metodologi, mulai dari validitas instrumen (termasuk penentuan sampel dan uji statistik) sampai reliabilitas data. Padahal dengan metodologi yang diperkembangkan sejak tahun 1930-an hingga sekarang, pelaksana jajak pendapat sudah menggunakan pola instrumen yang standar. Karenanya keberatan yang bersifat kuasi akademik terhadap hasil jajak pendapat, dengan mudah dikenali sebagai dalih yang ingin mengabaikan fakta sosial yang berasal dari kehidupan masyarakat.
Proses Pembuatan Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik
Sebelum melangkah jauh alangkah lebih baiknya kita mengetahui tentang apa saja yang termasuk kedalalam kebijakan public
1. Program Pembangunan Nasional (Propernas)
2. Program jangka panjang(PPJP)
3. UUD
4. UU
5. PP
6. Keputusan
Adapun proses pembentukan Kebijakan Publik adalah antara lain :
a. Palnning
Sebelum membuat sebuah kebijakan maka diadakan Planning (perencanaan) yang berawal dari opini Publik yang berkembang dengan langkah :
- Observasi
- Analisa (SWOT, Masalah, sosio)

b. Desicion
Tahap ketiga adalah desicion Policy dengan tahap-tahap sebagai berikut :
- Membuat Naskah Akademis
- Membuat Kebijakan
- Membuat naskah Pembanding
- Pengesahan (Legalisasi)
c. Implementation
Sebelum meimplementasikan dalam kehidupan bernegara maka ada langkah-langkah :
- Diseminasi (publikasi)
- Trial (mencoba)
- Yudicial Revews
- Implementasi
d. Evaluation
Evaluasi merupakan sebuah langkah terakhir yang dilakuakan dalam semua kegiatan dalam rangka melihat hasil dari apa yang telah dilaksanakan



REFERENSI


  1. 1. Hennesssy, Bernard, (1981) Public Opinion, fourth edition, terjemahan Nasution, Amiruddin (1989) Pendapat Umum, edisi keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta












  2. 2. Nickel, James W., (1987) Hak Asasi Manusia, Refleksi Filosofis Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, terjemahan Arini, (1996) Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

  3. 3. Nimmo, Dan, (1989) Kommunikasi Politik: Khalayak dan Efek, terjemahan Surjaman, Remaja Karya CV, Bandung Zukin, Cliff, (1981) “Mass Communication and Public Opinion”, dalam Nimmo dan Sanders, ed., Handbook of Political Communication, Sage Publications, Beverly Hills

  4. 4. http://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/08/pers-opini-publik-kebijakan.pdf

  5. 5. http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Layanan_publik.html

  6. 6. http://id.wikipedia.org/wiki/kebijakan-publik.html

  7. 7. http://irfanview.wordpress.com/ arti-penting-opini-publik.html




Rabu, 24 Desember 2008

Memahami Opini Publik dan Konsekuensinya

Oleh Assyari Abdullah
Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi
Fak. Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN SUSKA -RIAU


A. Pengertian Opini Publik

Opini publik atau public opinion biasa diterjemahkan dengan pendapat umum, berasal dari kata public yang artinya umum dan opinion yang artinya opini. Lalu bagaimana dengan public Relation yang biasa diartikan hubungan masyarakat padahal masyarakat dalam bahasa inggris adalah society? Itulah yang salah satu dampak dari opini publik.

Arti sebenarnya dalam bahasa Inggris baik dalam public opinion maupun public Relation sebenarnya sama, tapi dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang berbeda. Sama halnya dengan arti general opinion yang diartikan sebagai anggapan umum, general disini diartikan sebagai umum dan opinion sebagai anggapan.

Itulah yang sering terjadi di Indonesia, banyak hal-hal yang sebenarnya salah arti akan tetapi jika sudah diterima oleh masyarakat luas di Indonesia maka hal itu dapat tidak menjadi masalah. Tanpa harus di sahkan melalui jalur formal, hal ini sering terjadi di Indonesia.

Opini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Selalu dapat diketahui dari pernyataan-pernyataan

2. Merupakan sinthesa atau kesatuan-kesatuan dari banyak pendapat

3. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar

Opini dapat berdampak besar dan diyakin imasyarakat hingga melekat kuat dan berlangsung turun temurun seperti yang dibahas dalam makalah ini yaitu mitos, ideology dan utopia.

Adapun definisi dari Opini Publik itu antara lain :

1. Adinegoro

Beliau menyebutkan bahwa opini publik adalah ratu dunia. Hal itu benar karena opini publik dapat mendorong dukungan (social support). Beliau mendefinisikan opini publik dalampoin-poin sebagai berikut:

a. tidak ada organisasinya

b. tidak ada pemimpinnya

c. pendukung opini publik tidak saling mengenal atau anonym

d. tidak mengenal pembagian kerja

e. tidak dapat bergerak dengan cepat

f. dapat meledak / pecah dengan dipancing suatu peristiwa

Lalu kenapa opini publik diperhatikan terutama dalam pemerintahan :

a. opini publik itu tidak bertanggung jawab kepada masyarakat

b. opini publik meskipun berdasarkan suatu diskusi sosial akan tetapi tidak berdasar pada pemikiran yang cukup masak

c. Biasanya opini publik dalam melakukan tindakan secara spontan sehingga kurang berpikir jauh ke depan

2. Leonard W Doob

Dalam bukunya yang berjudul Public Opinion yang terbit tahun 1948 tertulis bahwa opini publik menyangkut sikap orang-orang mengenai sesuatu soal, di mana mereka merupakan anggota dari sebuah masyarakat yang sama.

Beliau juga menyebutkan bahwa yang membentuk opini publik itu adalah sikap pribadi seseorang ataupun sikap kelompoknya karena itu sikapnya ditentukan oleh pengalamannya, yaitu pengalaman dari dan dalam kelompoknya itu pula.

3. Ferdinand Tonnies

Beliau mengatakan ada tiga tahap opini publik dalam perkembangannya yaitu die luftartige, die flussige dan die feste.

Opini publik luftartig adalah opini publik laksana uap di mana tahap perkembangannya masih terombang-ambing mencari bentuk yang nyata. Opini publik Flussig mempunyai sifat-sifat seperti air, opini publik ini sudah mempunyai bentuk yang nyata akan tetapi masih dapat dialirkan menurut saluran yang kita kehendaki, sedangkan opini publik festig adalah opini publik yang sudah kuat, tidak mudah berubah.

Diatas adalah beberapa pengertian yang terkenal selain itu masih banyak lagi arti yang dikemukakan seperti dari Emil Dovifat dan Kruger Reckless dan masih banyak lagi.

B. Dampak Opini Publik

Opini Publik terjadi akibat persepsi-persepsi yang timbul dan kemudian berkembang. Karena opini public bukan organisasi dan tidak ada pemimpinnya maka opini public tidak bisa dikendalikan, pasti selalu ada pro dan kontra. Perbedaan-perbedaan tersebutlah yang kemudian menjadi dampak di masyarakat.

Dampak opini publik bisa positif bisa negatif bagi masyarakat. Dampak negatifnya adalah menyebarluasnya desas-desus akan sesuatu hal tanpa bukti akibat opini publik. Contohnya, supersemar yang sampai sekarang masih tidak jelas apakah benar-benar ada atau hanya rekayasa politik saja. Dampak positifnya seperti misalnya menyebarluasnya berita baik seeseorang akibat opini publik yang dapat meningkatkan prestise orang yang diberitakan.

Sebagian dari dampak opini publik yang banyak adalah terbentuknya mitos, ideologi dan utopia yang dibahas pada makalah ini. Opini masyarakat kebanyakan yang lama-lama seakan telah menempel pada kehidupan masyarakat dan bertahan lama hingga sekarang.

Mitos di Indonesia banyak yang menyuguhkan bukti yang dikait-kaitkan pada cerita. Misalnya, Gunung Tangkuban Perahu yang dianggap menjadi bukti dari cerita Sangkuriang.

Ideologi di Indonesia adalah pancasila yang dihasilkan dari pemikiran panjang setelah melihat dan mengenali keadaan bangsa.

Utopia adalah harapan-harapan yang indah-indah yang dianggap seperti surga bagi manusia. Penulis (kami) memperkirakan opini dan istilah ini muncul dari harapan-harapan masyarakat akan kedamaian di dunia yang hingga kini belum tercapai di dunia.

C. Mitos

Mitos (dari mythos) menurut pengertian Kamus Dewan, adalah "cerita (kisah) tentang dewa-dewa dan orang atau makhluk luar biasa zaman dahulu yang dianggap oleh setengah golongan masyarakat sebagai kisah benar dan merupakan kepercayaan berkenaan (kejadian dewa-dewa dan alam seluruhnya)."

Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sesebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai sesuatu perkara yang pernah berlaku pada suatu masa dahulu. Ia dianggap sebagai satu kepercayaan dan kebenaran mutlak yang dijadikan sebagai rujukan.Ia selalunya satu dogma yang dianggap suci dan mempunyai konotasi upacara.

Contoh Mitos:

Pantai Parangtritis, Antara Keindahan Pantai dan Mitos Ratu Kidul

Di pesisir selatan Yogyakarta, terdapat sekitar 13 obyek pantai yang memiliki pesona wisata, ternyata Pantai Parangtritis yang selalu menempati peringkat teratas dalam angka kunjungan wisata, dibanding pantai-pantai lainnya. Pantai yang Berlokasi sekitar 27 Km dari kota Yogyakarta ini, dapat dicapai melalui desa Kretek atau rute yang lebih panjang, tetapi pemandangannya lebih indah yaitu melalui Imogiri dan desa Siluk.

Pantai yang termasuk wilayah Bantul ini merupakan pantai yang landai, dengan bukit berbatu, pesisir dan berpasir putih serta pemandangan bukit kapur di sebelah utara pantai. Di kawasan ini wisatawan dapat berkeliling pantai menggunakan bendi dan kuda yang disewakan dan dikemudikan oleh penduduk setempat. Selain terkenal sebagai tempat rekreasi, parangtritis juga merupakan tempat keramat. Banyak pengunjung yang datang untuk bermeditasi. Pantai ini merupakan salah satu tempat untuk melakukan upacara Labuhan dari Kraton Yogyakarta.

Pada musim kemarau, angin bertiup kencang seperti tak mau kalah dengan deburan ombak yang rata-rata setinggi 2-3 meter. Sering terdengar kabar ada pengunjung pantai selatan hilang terseret gelombang. Anehnya, jenazah pengunjung yang nahas itu, menghilang bagaikan ditelan bumi. Tim SAR rata-rata baru bisa menemukan jenazahnya 2-3 hari kemudian setelah melakukan penyisiran. Biasanya, lokasi penemuan mayat tidak pada area di mana pengunjung tersebut tertelan ombak. Mayat ditemukan ratusan meter, bahkan kadang beberapa kilometer dari lokasi semula.

Di kalangan masyarakat setempat, kejadian misterius semacam itu, semakin menguatkan mitos bahwa penguasa laut yang lazim disebut Nyi Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan), suka "melenyapkan" orang yang tidak mengindahkan kaidah alam. Dari sisi ilmiah, kejadian semacam itu makin menguatkan teori bahwa palung laut selatan Jawa memang sarat arus bawah yang terus bergerak. Benda apa saja yang terseret ombak dari bibir pantai, terseret ke bawah dan terdampar pada lokasi berbeda.

Kepercayaan masyarakat setempat tentang legenda Nyi Roro Kidul juga dengan sendirinya melahirkan pesona tersendiri. Hampir setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, para pengunjung maupun nelayan setempat melakukan upacara ritual di pantai tersebut. Acara ritual diwarnai pelarungan sesajen dan kembang warna-warni ke laut. Puncak acara ritual biasanya terjadi pada malam 1 Suro, dan dua-tiga hari setelah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Intinya, nelayan meminta keselamatan dan kemurahan rezeki dari penguasa bumi dan langit.

D. Ideologi

Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Katanya sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide." Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), sebagai akal sehat dan beberapa kecenderungan filosofis, atau sebagai serangkaian ide yang dikemukakan oleh kelas masyarakat yang dominan kepada seluruh anggota masyarakat (definisi ideologi Marxisme).

Ideologi juga dapat didefinisikan sebagai aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan. Di sini akidah ialah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan sebelum dan sesudah alam kehidupan. Dari definisi di atas, sesuatu bisa disebut ideologi jika memiliki dua syarat, yakni:

  1. Ide yang meliputi aqidah 'aqliyyah dan penyelesaian masalah hidup. Jadi, ideologi harus unik karena harus bisa memecahkan problematika kehidupan.
  2. Metode yang meliputi metode penerapan, penjagaan, dan penyebarluasan ideologi. Jadi, ideologi harus khas karena harus disebarluaskan ke luar wilayah lahirnya ideologi itu. Jadi, suatu ideologi bukan semata berupa pemikiran teoretis seperti filsafat, melainkan dapat dijelmakan secara operasional dalam kehidupan.

Menurut definisi kedua tersebut, apabila sesuatu tidak memiliki dua hal di atas, maka tidak bisa disebut ideologi, melainkan sekedar paham.

Definisi Ideologi

Definisi memang penting. Itu sebabnya Ibnu Sina pernah berkomentar “ Tanpa definisi, kita tidak akan pernah bisa sampai pada konsep”. Karena itu menurut beliau, sama pentingnya dengan silogisme (baca : logika berfikir yang benar) bagi setiap proposisi (dalil atau pernyataan) yang kita buat.

Mabda’ secara etimologis adalah mashdar mimi dari kata bada’ayabdau bad’an wa mabda’an yang berarti permulaan. Secara terminologis berarti pemikiran mendasar yang dibangun diatas pemikiran-pemikiran (cabang )[dalam Al-Mausu’ah al-Falsafiyah, entry al-Mabda’]. Al-Mabda’(ideologi) : pemikiran mendasar (fikrah raisiyah) dan patokan asasi (al-qaidah al-asasiyah) tingkah laku. Dari segi logika al-mabda’ adalah pemahaman mendasar dan asas setiap peraturan [lihat catatan tepi kitab Ususun Nahdhah ar-Rasyidah, hal 36]

Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi lain tentang ideologi :

  1. Wikipedia Indonesia : Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.
  2. Destertt de Tracy : Ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran tertentu.
  3. Descartes : Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia.
  4. Machiavelli : Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.
  5. Thomas H : Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya.
  6. Bacon : Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup.
  7. Karl Marx : Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat.
  8. Napoleon : Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya.
  9. Muhammad Muhammad Ismail : Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya?

Dr. Hafidh Shaleh : Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia. Taqiyuddin An-Nabhani : Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini.

Referensi

  1. S.Sunarjo, Djoenasih Dra, Opini Publik, Liberty, Yogyakarta, 1997.
  2. http://factintheworld.blogspot.com/2007/11/opini-publik.html
  3. http://irfanview.wordpress.com/ Arti Penting Opini Publik
  4. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kesempurnaan&action=edit